Widget HTML #1

Contoh Biografi Singkat Jenderal Sudirman dalam Bahasa Inggris Singkat & Artinya


BIOGRAFI JENDERAL SUDIRMAN - Tidak bisa dipungkiri bahwa kemerdekaan sebuah Negara pasti terujud oleh perjuangan bangsa itu sendiri, perjuangan yang bahkan mengorban nyawa mereka sendiri. Banyak dari orang – orang terdahulu yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk mengujudkan kehidupan yang lebih baik. Banyak pahlawan berperang melawan penjajah berjuang mengambil alih Indonesia. Jenderal Sudirman salah satunya. Tidak perlu berlama – lama lagi, mari kita lihat biodata singkat beliau dibawah ini.

Biografi Jenderal Sudirman dalam Bahasa Inggris & Artinya


Born in Purbalingga, Dutch East Indies, Soedirman moved to Cilacap in 1916 and was raised by his uncle (lahir di purbalingga, Daerah Hindia Belanda, Soedirman pindah ke Cilacap pada tahun 1916 dan dibesarkan oleh pamannya). A diligent student at a Muhammadiyah-run school, he became respected within the community for his devotion to Islam (sebagai anak sekolah Muhammadiyah yang pintar dia dihormati oleh teman – temannya karena ketaatannya terhadap Islam). After dropping out of teacher's college, in 1936 he began working as a teacher, and later headmaster, at a Muhammadiyah-run elementary school (setelah dikeluarkan dari sekolah pendidikan guru, pada tahun 1936 dia kemudian bekerja sebagai guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah di Sekolah Dasar milik Muhammadiyah).

After the Japanese occupied the Indies in 1942 (setelah Jepang menduduki Indoensia di tahun 1942), Soedirman continued to teach, before joining the Japanese-sponsored Defenders of the Homeland as a battalion commander in Banyumas in 1944 (Soedirman terus mengajar sebelum akhirnya bergabung pada tentara yang menentang Jepang di tanah air sebagai komandan battalion di Banyumas pada tahun 1944). In this position he put down a rebellion by his fellow soldiers, but was later interned in Bogor (di posisi ini dia kemudian menumpas beberapa pemberontak diantara teman – teman sesama tentaramya, tetapi kemudian diasingkan di Bogor).

After Indonesia proclaimed its independence on 17 August 1945 (setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945), Soedirman led a break-out then went to Jakarta to meet President Sukarno (Soedirman kemudian kabur ke Jakarta untuk bertemu dengan President Sukarno). Tasked with overseeing the surrender of Japanese soldiers in Banyumas (ditugaskan untuk mengawasi para tentara Jepang yang menyerah di Banyumas), he established a division of the People's Safety Body there (dia kemudian membangun divisi keselamatan bagi orang – orang disana).

On 12 November 1945, at an election to decide the military's commander-in-chief in Yogyakarta (pada 12 November 1945, pada pemilihan komandan militer di Yogyakarta), Soedirman was chosen over Oerip Soemohardjo in a close vote (Soedirman terpilih sngalahkan kandidatOerip Soemohardjo). While waiting to be confirmed, Soedirman ordered an assault on British and Dutch forces in Ambarawa (selama menuggu pelantikan, Soedirman mendapat perintah atas penyerangan Inggris dan Tentaa Belanda di Ambarawa). The ensuing battle and British withdrawal strengthened Soedirman's popular support, and he was ultimately confirmed on 18 December (pertempuran selanjutnya dan penarikan diri bangsa Inggris memperkuat dukungan Sudirman, dan pada akhirnya dilantik pada 18 Desember).

During the following three years Soedirman saw negotiations with the returning Dutch colonial forces fail (selama tiga tahun setelahnya Soedirman melihat perjanjian dengan colonial tampaknya tidak berjalan sesuai dengan rencana), first after the Linggadjati Agreement – which Soedirman participated in drafting – and then the Renville Agreement (setelah perjanjian Linggarjati – yang mana Soedirman berpartisipasi pada penyusunan dokumen – dan kemudian perjanjian Renville); he was also faced with internal dissent, including a 1948 coup d'état attempt (dia juga menghadapi perbedaan pendapat dengan orang – orang dalam, termasuk Coup d’etat pada tahun 1948).

He later blamed these issues for his tuberculosis (kemudian dia menyalahkan masalah in karena penyakit TBCnya), which led to his right lung being collapsed in November 1948 (yang mana berlanjut pada melemahnay paru – paru bagian kanannya pada November tahun 1948). On 19 December 1948, several days after Soedirman's release from the hospital, the Dutch launched an assault on the capital (pada 19 Desember 1948, beberapa setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, tentara Belanda menyerang ibu kota). Soedirman and a small contingent escaped Dutch forces and left the city, making their headquarters at Sobo, near Mount Lawu (Soedirman dan kontigen melarikan diri dari tentara belanda dan meninggalkan Kota, membangun pusat perkumpulan mereka sendiri di Sobo, dekat dengan gunung Lawu). There Sudirman commanded military activities throughout Java (Disana Sudirman memimpin pelatihan militer seluruh daerah Jawa), including a show of force in Yogyakarta on 1 March 1949 (termasuk unjuk rasa yang terjadi di Yogyakarta pada 1 Maret 1949).

When the Dutch began withdrawing, in July 1949 Soedirman was recalled to Yogyakarta and forbidden to fight further (belanda mulai menarik diri, pada July 1949 Soedirman di panggil kembali ke Yogyakata dan dilarang untuk bertempur lagi). In late 1949 Sudirman's tuberculosis relapsed (di akhir tahun 1949 penyakit TBCnya kambuh kembali), and he retired to Magelang, where he died slightly more than a month after the Dutch recognised Indonesia's independence (dan dia pensiun dan berdiam di Magelang diaman dia meninggal setelah akhirnya Belnada mengakui kemerdekaan Indonesia). He is buried at Semaki Heroes' Cemetery in Yogyakarta (Soedirman dikuburkan di Makam Phalawan Semaki Yogyakarta).

Soedirman's death was grieved throughout Indonesia (kematian Seodirman membuat seluruh rakyat Indonesia bersedih), with flags flown at half-mast and thousands gathering to see his funeral convoy and procession (rakyat menunjukkan duka cita mereka dengan memasang bendera setengah tiang dan berkumpul untuk melihat pemakaman Jenderal Soedirman). He continues to be highly respected in Indonesia (dia menjadi salah seorang yang berpengaruh dan di hormati di Indonesia).

His guerrilla campaign has been credited with developing the army's esprit de corps (teknik gerilya kemudian dikembangkan oleh tentara Indoneisa), and the 100-kilometre (62 mi) long route he took must be followed by Indonesian cadets before graduation (sebelum lulus semua taruan harus mengikuti anjuran Soedirman yang memberlakukan jalan 100 kilometer (62 mil) ).

Soedirman featured prominently on the 1968 series of rupiah banknotes (jenderal Soedirman kemudian sering muncul di lembar uang rupiah pada tahun 1968), and has numerous streets, museums, and monuments named after him (dan memiliki beberapa museum jalanan, dan monument yang di namai berdasarkan namanya). On 10 December 1964, he was declared a National Hero of Indonesia (pada 10 desember tahun 1964, Soedirman kemudian ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Indonesia).


Setelah kematiannya Sudirman semakin dihormati, banyak dari rakyat Indonesia yang merasakan kehilangan mendalam atas kepergiannya. Untuk menghormati jenderal Sudirman sistem perang gerilyanya digunakan dalam kemiliteran sampai saat ini. Sudirman juga pernah muncul di uang – uang rupiah pada tahun 60-an. Gugur dalam usia yang cukup terbilang muda, Jenderal Sudirman patut dikenang oleh turun – temurun bangsa Indonesia. Sebagai anak bangsa jangan sia – siakan perjuangan para pahlawan yang sudah memberikan kehidupan yang layak seperti yang kita rasakan hari ini.